1.
Pendahuluan
Diantara
masalah-masalah yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalamkehidupan sehari
– hari adalah masalah muamalah (akad, transaksi) dalam berbagaibidang. Karena
masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat,maka pedoman
dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehinggatidak
terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi danhubungan
sesama manusia.
Kesadaran muamalah hendaknya tertanam lebih dahuludalam diri
masing masing, sebelum orang terjun kedalam kegiatan muamalah itu.Pemahaman
agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul karimah dan pengetahuantentang
seluk beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri
pelaku(pelaksana)muamalah itu.
Kegiatan
muamalah ini sangat banyak salah satu diantaranya adalah akad al –kafalah yang
akan kami bahas dalam makalah kami, sebagai salah satu bentuk aktifitasekonomi,
kafalah atau jaminan menjadi hal yang amat sering dilakukan oleh
masyarakatdalam berbagai transaksi ekonomi demi memenuhi kebutuhan. Dalam
Islam, kafalah,selain dilakukan oleh masyarakat secara ’urf, juga dapat
ditemukan dasar-dasarnya secarasyar’iyah sebagaimana ditemukan aktifitas
kafalah yang direkam dan dijustifikasi oleh al-Qur’an, al-Hadis, dan juga telah
menjadi ijma ulama’.
Seiring
perkembangan zaman, kafalah pun mengalami perkembangan danmodifikasi
sebagaimana terlihat dalam aktifitas ekonomi modern bersangkut paut
denganpenerapannya dalam masyarakat secara langsung maupun melalui dunia
perbankan dalamrangka memenuhi kebutuhan dengan tetap berada dalam bingkai
syari’ah.
1.1.
Pembahasan
A.
Pengertian
Akad
Kafalah Secara etimologi kafalah berarti dhaman (jaminan), hamalah (beban),
danza’amah (tanggungan). (Sayid Sabiq,1997). Sedangkan secara terminology,
sebagaimanayang dinyatakan oleh beberapa ulama fikih antara lain sebagai
berikut :
·
Menurut Madzhab Maliki
Al
– kafalah adalah “ Orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberibeban
serta bebannya sendiri disatukan, baik menanggung pekerjaan yang sesuai
(sama)maupun pekerjaan yang berbeda “(Abdurrahman al-jaziri, al-fiqh’ala
mazahib al-arba’ah, hal 223)
·
Menurut Madzhab Hanafi
Al
– kafalah mempuyai 2 pengertian, yaitu :
1.
Menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang lain dalam penagihan, dengan jiwa,
utang atau zat benda.
2. Menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang
lain dalam pokok (asal) utang. (Abdurrahman al-jaziri, al-fiqh’ala mazahib
al-arba’ah, hal 221)
·
Menurut Madzhab Syafi’i
Al
– kafalah adalah “ Akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada
tanggungan(beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau
menghadirkan badan olehorang yang berhak menghadirkannya “ (Abdurrahman
al-jaziri, al-fiqh’ala mazahib al-arba’ah, hal225)
·
Menurut Madzhab Hambali
Al
– kafalah adalah “ iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta
kekekalanbenda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak
menghadirkandua harta (pemiliknya) kepada orang yang mempunyai hak (Abdurrahman
al-jaziri, al-fiqh’alamazahib al-arba’ah, hal 224)
Setelah
diketahui definisi – definisi al – kafalah/al – dhaman menurut para ulama
diatas maka al –kafalah/al – dhaman ialah menggabungkan dua beban (tanggungan)
dalam permintaan dan utang.[1]
Akad kafalah yaitu perjanjian pemberian jaminan yang diberikan olehpenanggung
(kafi’il) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi kewajibanpihak kedua
atau pihak yang ditanggung (makful anhu/ashil).Namun demikian akad kafalah ini
tidak menjamin bahwa debitur lepas tanggung jawab terhadap semuakewajibannya,
karena akad kafalah ini sifat nya hanya sebagai akad tambahan.[2]
Di dalam Kamus Istilah Fikih, kafalah diartikan menanggung atau
penanggunganterhadap sesuatu, yaitu akad yang mengandung perjanjian dari
seseorang di mana padanyaada hak yang wajib dipenuhi terhadap oranglain, dan
berserikat bersama orang lain itu dalamhal tanggung jawab terhadap hak tersebut
dalam menghadapi penagih (utang). Pada asalnya, kafalah adalah padanan dari
dhamman, yang berarti penjaminansebagaimana tersebut di atas. Namun dalam
perkembangannya, situasi telah rnengubahpengertian ini.
Kafalah
identik dengan kafalah al-wajhi (personal guarantee,jaminan diri), sedangkan
dhamman identik dengan jaminan yang berbentuk harta secaramutlak. Dari beberapa
definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kafalah adalah jaminandari penjamin
(pihak ketiga), baik berupa jaminan diri maupun harta kepada pihak kedua sehubungan
dengan adanya hak dan kewajiban pihak kedua tersebut kepadapihak lain (pihak
pertama). Konsep ini agak berbeda dengan konsep rahn yang juga bermakna barang
jaminan, namun barang jaminannya dari orang yang berhutang. Ulamamadzhab fikih
membolehkan kedua jenis kafalah tersebut, baik diri maupun barang. Didalam
perundang-undangan mesir misalnya kafalah diartikansebagai menggabungkan
tanggung jawab orang yang berhutang dan orang yang menjamin.Misalnya, ada
seseorang akan mengajukan kredit kepada bank,kemudian ada orang kedua
yangbertindak dan turut menjamin hutang seseorang tersebut. Ini berarti bahwa
hutang tersebut menjaditanggung jawab orang pertama dan juga orang kedua.
Semakna dengan itu, KUH Perdata Pasal1820 menyebutkan, bahwa penanggungan
adalah ”suatu persetujuan dengan mana seorangpihak ketiga, guna kepentingan si
berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannyasi berutang manakala
orang ini sendiri tidak memenuhinya.”[3]
Secara
teknis akad kafalah merupakan perjanjian antara seseorang yangmemberikan
penjaminan (penjamin) kepada seorang kreditor yang memberikan utangkepada
seorang debitor, dimana utang debitor akan dilunasi oleh penjamin apabila
debitortidak membayar utangnya. Contoh akad kafalah garansi bank (bank guarantee),
stand byLetter of Credit, pembukaan L/C impor, akseptasi, endorsement dan lain
sebagainya.
Kafalah
bisa atas sesuatu yang bersifat segera misalnya utang yang harus segeradilunasi
atau sesuatu dimasa depan. Kafalah dapat juga bersyarat, misalnya kalau
kamupinjamkan uang pada adikku maka aku akan jamin utangnya. Kafalah merupakan
salah satu jenis akad tabarru’ yang bertujuan untuk salingtolong – menolong.
Namun, penjamin dapat menerima imbalan sepanjang tidakmemberatkan. Apabila ada
imbalan maka akad kafalah bersifat mengikat dan tidak dapatdibatalkan secara
sepihak.
Skema Kafalah
(2) Kafi’il/penanggung Makful/pihak ke-3
(1) Makful’alaih/pihak yang ditanggung
Keterangan
:
1.
Penanggung bersedia menerima tanggungan dan pihak yang ditanggung
2.
Penanggung menyepakati kad kafalah dengan pihak ketiga
B.
Landasan Syariah
Legalitas
kafalah selain dari al-Qur’an dan hadist juga di perkuat oleh Ijma jumhur Ulama
yang berpendapat bahwa akad kafalah sangat penting untuk memproteksi Kreditur,
dan dengan akad kafalah ini ada itikad baik dari debitur melalui
garansitersebut, terhadap pembayaran kembali akan semua kewajibannya kepada
kreditur.Adapun dasar hukumnya sebagai berikut :
1.
Al-Quran
l. “Dan Dia (Allah)menjadikan Zakaria sebagai
penjaminnya (Maryam)”. (QS 3:37)
“Dan
bagi siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat)
beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”. (QS 12:72)
2.
As-Sunnah
Dari
Abi Humamah, bahwa Rasulullah bersabda : “Penjamin adalah orang yang
berkewajiban mesti membayar”. (HR Abu Dawud, At Tirmidzi) Telah dihadapkan
kepada Rasulullah (mayat seorang lelaki untuk dishalatkan)… Rasulullah bertanya
“Apakah dia mempunyai warisan?” Para sahabat menjawab “Tidak”, Rasulullah
bertanya lagi, “Apakah dia mempunyai hutang?” Para sahabat menjawab. “Ya,
sejumlah tiga dinar” Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya
(tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin
utangnya ya Rasulullah”. Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. (HR.
Bukhari)
3.
Ijma ulama
Para
ulama madzhab membolehkan akad kafalah ini. Orang-orang Islam padamasa Nubuwwah
mempraktekkan hal ini bahkan sampai saat ini, tanpa ada sanggahan dariseorang
ulama-pun. Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga didasarkan pada
kebutuhkanmanusia dan sekaligus untuk menegaskan madharat bagi orang-orang yang
berhutang .
C.
Rukun Dan Ketentuan SyariahRukun kafalah ada 3, yaitu :
1.
Pelaku, yang terdiri atas pihak penjamin, pihak yang berutang, dan pihak yang
berpiutang.
2.
Objek akad berupa tanggungan pihak yang berutang baik berupa barang, jasa
maupun pekerjaan.
3.
Ijab kabul/serah terima.
Ketentuan
syariah, yaitu :
1.
Pelaku
a.
Pihak Penjamin (Kafiil)
1)
Baligh (dewasa) dan berakal sehat
2) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hokum
dan urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
b.
Pihak orang yang berutang (Ashiil, Makful’anhu)
1)
Sanggup menyerahkan tanggungannya (utang) kepada penjamin
2)
Dikenal oleh penjamin
c.
Pihak orang yang berpiutang (Makful Lahu)
1)
Diketahui identitasnya
2)
Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa
3)
Berakal sehat
2. Objek Penjaminan (Makful Bihi)
a.
Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun
pekerjaan
b.
Bisa dilaksanakan oleh penjamin
c.
Harus merupakan utang mengikat, yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar
atau dibebaskan
d.
Harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya
e.
Tidak bertentangan dengan syariah
3.
Ijab Kabul, adalah pernyataan atau ekspresi saling ridha/rela diantara pihak –
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi
atau menggunakan cara – cara komunikasi modern.[4]
D.
Jenis-Jenis akad Kafalah
a. Kafalah bi al-Nafs : garansi fisik/badan-
bisa juga di sebut sebagai daman al- wajh. Akad ini adalah garansi untuk
menghadirkan seseorang, contohnya: garansi untuk menghadirkan seorang tersangka
pada sidang pengadilan.
b.
Kafalah bi al –Mal : garansi keuangan/harta- jaminan yang di berikan pada
kreditur, sebagai garansi akan di bayarkannya kembali segala kewajiban yang di
bebankan kepada debitur.Kafalah bi al Mal terbagi menjadi tiga:
i.
Kafalah bi al-dayn : garansi hutang yang harus di bayarkan oleh debitur kepada
kreditur nya.
ii.
Kafalah bi al–Taslim : garansi pada saat pengantaran atau pengangkutan barang
atau properti kepada pemilik nya, atas nama penyewa ketika kontrak sewa –
menyewa nya berakhir.
iii.
Kafalah bi al-Dark : garansi yang di berikan oleh penjual akan barang dagangan
nya, yang apabila barang tersebut cacat pihak pembeli dapat mengembalikan nya
kepada pihak penjual dengan ganti rugi tunai atau barang.Akad kafalah dibagi
lagi sesuai dengan keperluan nya, yaitu:
1.
Mutlaqah-garansi yang tidak terbatas.
2.
Muqayyadan bi al-wasf-garansi yang terbatas pada keadaan tertentu.
3.
Mu’allaq bi syart- akad garansi yang akan berlaku di kemudian hari sesuai
dengan kondisi atau syarat tertentu.
4.
Mudafan ila waqt - garansi dengan masa tangguh
5.
Muhaddad liwaqt –garansi yang di batasi dengan jangka waktu tertentu.Akad
kafalah dapat di applikasikan kepada transaksi ekonomi syariah sebagai akadtambahan
pada transaksi yang menggunakan akad Murabahah, Ijarah, Salam,
‘Istisna,Musyarakah dan Mudharabah.[5]
Sedangkan
M. Syafii Antonio memberikan penjelasan tentang pembagian kafalah adalahsebagai
berikut:.
1. Kafalah bi al-mal, adalah jaminan
pembayaran barang atau pelunasan utang. Bentuk kafalah ini merupakan sarana
yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para nasabahnya
dengan imbalan/fee tertentu.
2. Kafalah bi al-nafs, adalah jaminan diri
dari si penjamin. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical
Personality yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan tertentu.
3.
Kafalah bi al-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin pengembalian
barang sewaan pada saat masa sewanya berakhir. Jenis pemberian jaminan ini
dapat dilaksanakan oleh bank untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama
dengan perusahaan, leasing company. Jaminan pembayaran bagi bankdapat berupa
deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/fee kepada
nasabah tersebut.
4.
Kafalah al-munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu dan
untuk tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia perbankan, kafalah model ini
dikenal dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).
5.
Kafalah al-mu’allaqah, Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari kafalah
al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan tujuan
tertentu pula.
E.
Berakhirnya Kafalah
1.
Ketika utang telah diselesaikan, baik oleh orang yang berutang atau oleh
penjamin, atau jika kreditor menghadiahkan atau membebaskan utangnya kepada
orang yang berutang.
2.
Kreditor melepaskan utangnya kepada orang yang berutang, tidak pada penjamin.
Maka penjamin juga bebas untuk tidak menjamin utang tersebut. Namun, jika
kreditor melepaskan jaminan dari penjamin, bukan berarti orang yang berutang
telah terlepas dari utang tersebut.
3.
ketika utang tersebut telah dialihkan (transfer utang/hawalah). Dalam kasus ini
baik orang terutang ataupun penjamin terlepas dari tuntutan utang tersebut.
4.
ketika penjamin menyelesaikan ke pihak lain melalui proses arbitrase dengan
kreditor.
5.
kreditor dapat mengakhiri kontrak kafalah walaupun penjamin tidak
menyetujuinya.
F.
Perlakuan Akuntansi Al – Kafalah Bagi Pihak Penjamin
1.
Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu) Jurnal :
Dr. Kas xxx Kr. Pendapatan Kafalah xxx
2.
Pada saat membayar beban Jurnal : Dr. Beban Kafalah xxx Kr. Kas xxxBagi Pihak
yang Meminta Jaminan
1.
Pada saat membayar beban Jurnal : Dr. Beban Kafalah xxx Kr. Kas xxx[6]
G.
Macam-macam Orang Yang Dapat Ditanggung
Mengenai siapa orang-orang yang
dapat ditanggung, para ulama fikih menyatakan,bahwa pada dasarnya setiap orang
dapat menerima jaminan/tanggungan tersebut. Merekahanya berbeda pendapat
mengenai orang yang sudah wafat (mati) yang tidak meninggalkanharta warisan.
Menurut pendapat Imam Malik dan Syafii, hal yang demikian bolehditanggung.
Alasannya adalah dengan berpedoman pada Hadis tersebut di atas
tentangketidaksediaan Nabi SAW. menshalatkan jenazah karena meninggalkan
sejumlah hutang.Sedangkan Imam Hanafi menyatakan tidak boleh, dengan alasan
bahwa tanggungantersebut tidak berkaitan sama sekali dengan orang yang tidak
ada. Berbeda halnya dengan orangyang pailit.
Jumhur
fuqaha juga berpendapat tentang bolehnya memberikan tanggungan kepada orangyang
dipenjara atau orang yang sedang dalam keadaan musafir. Tetapi Imam Abu
Hanifahtidak membolehkannya
H.
Masa Tanggungan
Masa tanggungan dengan harta,
yakni masa penuntutan kepada penanggung adalahdimulai sejak tetapnya hak atas
orang yang ditanggung, baik berdasarkan pengakuannyamaupun saksi, demikian
pendapat fuqaha. Kemudian fuqaha bersilang pendapat tentang masa wajibnya tanggungan
denganbadan, apakah tanggungan tersebut menjadi wajib sebelum tetapnya hak atau
tidak?.Segolongan fuqaha berpendapat, bahwa tanggungan itutidak menjadi wajib
sebelumtetapnya hak. Pandangan ini dipegangi oleh golongan Imam Malik, Syuraih
al-Qadhi danal-Syabi. Segolongan lainnya berpendapat, bahwa untuk menetapkan
hak tersebut harusada konfirmasi dengan pihak penanggung (dengan badan) dan ia
memang bersedia menjadipenanggung. Selanjutnya, kapan pengambilan hak itu
terjadi atau kapankahpengambilan hak itu menjadi wajib, dan sampai kapan
waktunya?, Sebagian fuqahaberpendapat bahwa apabila debitur dapat menyampaikan
bukti-bukti yang kuat atausaksi misalnya, maka ia harus memberikan penanggung
(dengan badan),sehingga terlihat haknya. Jika tidak demikian, maka tidak ada
keharusan memberipenanggung. Apabila ia ingin juga mengambil penanggung dengan
berupaya menghadirkansaksi, maka ia diberikan tempo selama 5 (lima) hari kerja
untuk maksud tersebut,yakni masa penanggung memberikan tanggungan. Ini pendapat
Ibn al-Qashim dari kalanganmadzhab Maliki. Fuqaha Irak berpandangan, bahwa
tidak dapat diambil penanggung atas debitursebelum tetapnya hak. Sependapat
dengan Ibn al-Qashim, mereka memberikan waktu hanya 3(tiga) hari. la
menambahkan, bahwa tidak boleh diambil penanggung atas seseorang kecualidengan
adanya saksi. Dengan demikian akan tampak jelaspengakuannya itu benar atau
tidakbenar. Apabila keadilan antara kedua belah pihak dalam masalah ini
akanditegakkan, maka keberadaan saksi mutlak diperlukan, baik kesaksian atas
beban (hutang)debitur maupun kesaksian atas diambilnya tanggungan oleh
pihakpenanggung. Ini memudahkan pihak Kreditur dalam melakukan
tindakan-tindakan ke depan,apabila diperlukan.
I.
Kewajiban Penanggung
Apabila
orang yang ditanggung tersebut bepergian jauh atau"menghilang",
bagaimanakah tanggung jawab orang yang menanggung?. Dalam hal ini adatiga
pendapat, sebagai berikut: Penanggung wajib mendatangkan (menemukan) orang yang
ditanggung,atau mengganti kerugian. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik
beserta pengikutnya danfuqaha Madinah. Bahwa penanggung dipenjarakan, sehingga
orang yang ditanggung telahdatang, atau kalau dia wafat, telah diketahui
kewafatannya. Ini pandangan ImamAbu Hanifah dan fuqaha Irak. Bahwa penanggung
tidak terkena kewajiban apapun termasukdipenjarakan, kecuali ia harus
mencarinya/mendatangkannya, jika ia mengetahuitempatnya. Ini pendapat Abu
‘Ubaid al-Qasim. Pendapat Imam Malik yang mengatakan, bahwapenanggung harus
menanggung kerugian atas orang yang ditanggung apabila ia pergi,didasarkan pada
Hadis Ibnu Abbas r.a. sebagai berikut: "Sesungguhnya seorang
laki-lakimeminta kepada debiturnya agar memberikan hartanya kepadanya, lalu ia
memberikanpenanggung kepadanya, tetapi ia tidakmampu, sehingga orang tersebut
mengadukannyakepada Nabi SAW. Maka Rasulullah SAW. pun menanggungnya, kemudian
debiturmemberikan harta kepadanya. " Mereka mengatakan, bahwa Hadis ini
menunjukkan adanya penggantian kerugiansecara mutlak. Berbeda dengan fuqaha
Irak yang berpandangan bahwa, penanggunghanya berkewajiban menghadirkan apa
yang ditanggungnya, yakni orang (yangditanggungnya). Karenanya, penanggungan
tersebut tidak harus menyertakan harta, kecualiapabila penanggungan tersebut
memang disyaratkan demikian atas dirinya. Selanjutnya, Imam Malik berpendapat
bahwa, apabila seseorang mensyaratkantanggungan (badan) tanpa harta, sedangkan
iapun menjelaskan syarat tersebut, maka hartatersebut tidak wajib atasnya.
Karena apabila harta tersebut menjadi beban kewajibannya,berarti ia melakukan
perbuatan yang melawan apa-apa yangdisyaratkannya itu. Berbeda dengan tanggungan
harta, fuqaha telah sepakat bahwa, apabila orang yang ditanggung
tersebutmeninggal atau pergi, maka penanggung harus mengganti kerugian. Tentang
pandangan yang membolehkan kreditur menuntut penanggung, baik yangditanggung
itu bepergian atau tidak, kaya atau miskin, maka mereka beralasan dengan
HadisQubaishah Ibn al-Makhariqi r.a. sebagai berikut: "Aku membawa satu
tanggungan, maka akumendatangi Nabi SAW. kemudian aku bertanya kepada beliau
tentang (tanggunganitu). Maka beliau bersabada: "Kami akan mengeluarkan
tanggungan itu atas namamudari onta sedekah. Hai Qubaishah! sesungguhnya
perkara ini tidak halal, kecuali padatiga hal". Kemudian beliau
menyebutkan tentang seorang laki-laki yang membawa suatutanggungan dari
laki-laki lain, sehingga ia melunasinya ". Hadis tersebut di atas
memberikan petunjuk bahwa, Nabi SAW.membolehkan penuntutan terhadap penanggung,
tanpa mempertimbangkan kondisi orangyang ditanggung.
J.
Obyek Tanggungan
Mengenai obyek tanggungan,
menurut sebagian besar ulama fikih, adalah harta.Hal ini didasarkan kepada
Hadis Nabi SAW: “Penanggung itu menanggungkerugian.” Sehubungan dengan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh penanggung adalahberupa harta, maka hal ini
dikategorikan menjadi tiga hal, sebagai berikut: Tanggungan dengan hutang,
yaitu kewajiban membayar hutang yangmenjadi tanggungan orang lain. Dalam
masalah tanggungan hutang, disyaratkan bahwa hendaknya, nilai barang tersebut
tetap pada waktu terjadinya transaksi tanggungan/jaminan dan bahwa barangnya
diketahui, karena apabila tidak diketahui, makadikhawatirkan akan terjadi
gharar. Tanggungan dengan materi, yaitu kewajiban menyerahkan materi
tertentuyang berada di tangan orang lain. Jika berbentuk bukan jaminan seperti
ariyah (pinjaman)atau wadi ah (titipan), maka kafalah tidak sah. Kafalah dengan
harta, yaitu jaminan yang diberikan oleh seorang penjual kepada pembeli karena
adanya risiko yang mungkin timbul dari barang yang dijual- belikan.
K.
Upah Atas Jasa Kafalah
Adiwarman A. Karim memberikan
keterangan tentang upah atas jasa kafalah ini yangia kemukakan dengan mengawali
sebuah pertanyaan: "Bolehkah si pejamin mengambilupah atas jasanya
itu?" Kemudian ia menjelaskan bahwa, ulama kontemporer, sepertiMustafa
Abdullah al-Hamsyari yang mengutip pendapat Imam Syafii, berpadangan
bahwapemberian uang (fee) kepada orang yang ditugaskan untuk mengadukan suatu
masalahkepada raja tidak dapat dianggap sebagai uang sogok (riswah), tetapi
dianggap sebagaiupah (jualah), dan hukumnya sebagai ganjaran lelah atau biaya
perjalanannya.Ulama lain, Abdu al-Sai al-Misri mengatakan, bahwa seorang
penanggung/penjaminharuslah mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya sebagai
penjamin.Pendapat ini membuka peluang dimasukkannya pertimbangan besarnya risiko
yangdipikul oleh si penjamin dalam memperhitungkan upahnya.
L.
Akibat-akibat Hukum Kafalah
Apabila orang yang ditanggung
tidak ada (pergi atau menghilang),maka kafil berkewajiban menjamin sepenuhnya.
Dan ia tidak dapat keluardari kafalah, kecuali dengan jalan memenuhi hutang
yang menjadi bebanashil (orangyang ditanggung). Atau dengan jalan, bahwa orang
memberikan pinjaman (hutang) -dalamhal ini bank- menyatakan bebas untuk kafil,
atau ia mengundurkan diri dari kafalah. la berhakmengundurkan diri, karena
memang itu haknya. Adapun yang menjadi hak orang/bank (sebagai makful lahu) menfasakh
akad kafalah dari pihaknya. Karena hak menfasakh ini adalah hak makful lahu.
Dalam hal orang yang ditanggung melarikan diri, sedangkan ia tidakmengetahui
tempatnya, maka si penanggung tidak wajib mendatangkannya, tetapi apabilaia
mengetahui tempatnya, maka ia wajib mendatangkannya, dan si penanggung
diberikanwaktu yang cukup untuk keperluan tersebut.
M.
Penerapan Kafalah Dalam Perbankan
Sebagaimana dimaklumi, bahwa
kafalah (bank garansi) adalah jaminan yangdiberikan bank atas permintaan
nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak lainapabila nasabah yang
bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya.Di samping itu, jaminan(penanggungan)
tersebut bisa bersifat kebendaan, seperti hak tanggungan dan jaminan fiducia
serta jaminan perorangan (personal guarantee). Jaminan perorangan(termasuk di
dalamnya badan hukum = company guarantee) dalam praktek perbankandiberikan
dalam bentuk bank garansi, sebagaimana diatur dalam SE Dir BI nomor: 23/7/UKU,
tanggal 18 Maret 1991.
Bank garansi yang diterbitkan
suatu bank merupakan. pernyataan tertulis untukmengikatkan diri kepada penerima
jaminan apabila di kemudian hari pihak terjamin tidakmemenuhi kewajibannya
kepada penerima jaminan sesuai dengan jangka waktu dansyarat-syarat yang telah
ditentukan. Oleh karena itu, di dalam mekanisme bank garansiterdapat tiga pihak
yang terkait, yaitu bank sebagai penjamin, nasabah sebagai terjamin
ataspermintaannya, dan penerima jaminan. Bank dalam pemberian garansi ini,
bisaanya memintasetoran jaminan sejumlah tertentu (sebagian atau seluruhnya)
dari total nilai obyek yangdijaminkan.
Di
samping itu, bank memungut biaya sebagai jualah dan biaya administrasi.[7]
111.
Kesimpulan
Dari
uraian-uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a.
Kafalah adalah salah satu fasilitas perbankan syariah yang merupakan jaminan
dari si penjamin, baik berupa jaminan diri maupun barang untuk membebaskan
kewajiban yang ditanggung pihak lain. Kafalah juga merupakan salah satu jenis
akad tabarru’ yang bertujuan untuk saling tolong – menolong.
b.
Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan al – kafalah akan tetapi dapat
disimpulkan pengertian al – kafalah menurut para fuqaha ialah menggabungkan dua
beban (tanggungan) dalam permintaan dan utang.
c.
Kebolehan kafalah sebagai salah satu produk perbankan syariah didasarkan pada
nash al Quran al-Karim, Hadis-Hadis Rasulullah SAW., dan beberapa pendapat
jumhur fuqaha sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan di atas, termasuk
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
d.
Kafil mempunyai kewajiban secara mutlak yang disebabkan penyertaan dirinya
dalam akad kafalah ini.
e.
Hak fasakh adalah berada pada makful lahu (bank), sejauh ia mau
mempergunakannya.
Daftar Pustaka
Ø
Nurhayati Sri, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2 Revisi
(Jakarta: Salemba Empat: 2011)
Ø
Al- Qur’an dan terjemahannya
[1] http://warungghuroba.wordpress.com/2010/09/23/bab-11-kafalah-penjaminan/date:16-03-2011
time:14.00
[2]
Sri
Nurhayati – Wasilah Akuntansi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat,
2011) hlm. 254
[3]
http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=23/
date:16-03-2011 time:14.00
[5]
http://nibrahosen.multiply.com/journal/item/44/kafalah/
date:16-03-2011 time:14.00
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !