Headlines News :
Home » » MAKALAH AL – KAFALAH

MAKALAH AL – KAFALAH

Written By Qodly iyadh on Tuesday, April 16, 2013 | 4:07 AM



1. Pendahuluan
Diantara masalah-masalah yang banyak melibatkan anggota masyarakat dalamkehidupan sehari – hari adalah masalah muamalah (akad, transaksi) dalam berbagaibidang. Karena masalah muamalah ini langsung melibatkan manusia dalam masyarakat,maka pedoman dan tatanannya pun perlu dipelajari dan diketahui dengan baik, sehinggatidak terjadi penyimpangan dan pelanggaran yang merusak kehidupan ekonomi danhubungan sesama manusia.
Kesadaran muamalah hendaknya tertanam lebih dahuludalam diri masing masing, sebelum orang terjun kedalam kegiatan muamalah itu.Pemahaman agama, pengendalian diri, pengalaman, akhlaqul karimah dan pengetahuantentang seluk beluk muamalah hendaknya dikuasai sehingga menyatu dalam diri pelaku(pelaksana)muamalah itu.
Kegiatan muamalah ini sangat banyak salah satu diantaranya adalah akad al –kafalah yang akan kami bahas dalam makalah kami, sebagai salah satu bentuk aktifitasekonomi, kafalah atau jaminan menjadi hal yang amat sering dilakukan oleh masyarakatdalam berbagai transaksi ekonomi demi memenuhi kebutuhan. Dalam Islam, kafalah,selain dilakukan oleh masyarakat secara ’urf, juga dapat ditemukan dasar-dasarnya secarasyar’iyah sebagaimana ditemukan aktifitas kafalah yang direkam dan dijustifikasi oleh al-Qur’an, al-Hadis, dan juga telah menjadi ijma ulama’.
Seiring perkembangan zaman, kafalah pun mengalami perkembangan danmodifikasi sebagaimana terlihat dalam aktifitas ekonomi modern bersangkut paut denganpenerapannya dalam masyarakat secara langsung maupun melalui dunia perbankan dalamrangka memenuhi kebutuhan dengan tetap berada dalam bingkai syari’ah.


1.1. Pembahasan
A. Pengertian
Akad Kafalah Secara etimologi kafalah berarti dhaman (jaminan), hamalah (beban), danza’amah (tanggungan). (Sayid Sabiq,1997). Sedangkan secara terminology, sebagaimanayang dinyatakan oleh beberapa ulama fikih antara lain sebagai berikut :
·         Menurut Madzhab Maliki
Al – kafalah adalah “ Orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberibeban serta bebannya sendiri disatukan, baik menanggung pekerjaan yang sesuai (sama)maupun pekerjaan yang berbeda “(Abdurrahman al-jaziri, al-fiqh’ala mazahib al-arba’ah, hal 223)
·         Menurut Madzhab Hanafi
Al – kafalah mempuyai 2 pengertian, yaitu :
1. Menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang lain dalam penagihan, dengan jiwa, utang atau zat benda.
 2. Menggabungkan dzimmah kepada dzimmah yang lain dalam pokok (asal) utang. (Abdurrahman al-jaziri, al-fiqh’ala mazahib al-arba’ah, hal 221)
·         Menurut Madzhab Syafi’i
Al – kafalah adalah “ Akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan(beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan olehorang yang berhak menghadirkannya “ (Abdurrahman al-jaziri, al-fiqh’ala mazahib al-arba’ah, hal225)


·         Menurut Madzhab Hambali
Al – kafalah adalah “ iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalanbenda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkandua harta (pemiliknya) kepada orang yang mempunyai hak (Abdurrahman al-jaziri, al-fiqh’alamazahib al-arba’ah, hal 224)
Setelah diketahui definisi – definisi al – kafalah/al – dhaman menurut para ulama diatas maka al –kafalah/al – dhaman ialah menggabungkan dua beban (tanggungan) dalam permintaan dan utang.[1] Akad kafalah yaitu perjanjian pemberian jaminan yang diberikan olehpenanggung (kafi’il) kepada pihak ketiga (makful lahu) untuk memenuhi kewajibanpihak kedua atau pihak yang ditanggung (makful anhu/ashil).Namun demikian akad kafalah ini tidak menjamin bahwa debitur lepas tanggung jawab terhadap semuakewajibannya, karena akad kafalah ini sifat nya hanya sebagai akad tambahan.[2] Di dalam Kamus Istilah Fikih, kafalah diartikan menanggung atau penanggunganterhadap sesuatu, yaitu akad yang mengandung perjanjian dari seseorang di mana padanyaada hak yang wajib dipenuhi terhadap oranglain, dan berserikat bersama orang lain itu dalamhal tanggung jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi penagih (utang). Pada asalnya, kafalah adalah padanan dari dhamman, yang berarti penjaminansebagaimana tersebut di atas. Namun dalam perkembangannya, situasi telah rnengubahpengertian ini.
Kafalah identik dengan kafalah al-wajhi (personal guarantee,jaminan diri), sedangkan dhamman identik dengan jaminan yang berbentuk harta secaramutlak. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kafalah adalah jaminandari penjamin (pihak ketiga), baik berupa jaminan diri maupun harta kepada pihak kedua sehubungan dengan adanya hak dan kewajiban pihak kedua tersebut kepadapihak lain (pihak pertama). Konsep ini agak berbeda dengan konsep rahn yang juga bermakna barang jaminan, namun barang jaminannya dari orang yang berhutang. Ulamamadzhab fikih membolehkan kedua jenis kafalah tersebut, baik diri maupun barang. Didalam perundang-undangan mesir misalnya kafalah diartikansebagai menggabungkan tanggung jawab orang yang berhutang dan orang yang menjamin.Misalnya, ada seseorang akan mengajukan kredit kepada bank,kemudian ada orang kedua yangbertindak dan turut menjamin hutang seseorang tersebut. Ini berarti bahwa hutang tersebut menjaditanggung jawab orang pertama dan juga orang kedua. Semakna dengan itu, KUH Perdata Pasal1820 menyebutkan, bahwa penanggungan adalah ”suatu persetujuan dengan mana seorangpihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannyasi berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.”[3]
Secara teknis akad kafalah merupakan perjanjian antara seseorang yangmemberikan penjaminan (penjamin) kepada seorang kreditor yang memberikan utangkepada seorang debitor, dimana utang debitor akan dilunasi oleh penjamin apabila debitortidak membayar utangnya. Contoh akad kafalah garansi bank (bank guarantee), stand byLetter of Credit, pembukaan L/C impor, akseptasi, endorsement dan lain sebagainya.
Kafalah bisa atas sesuatu yang bersifat segera misalnya utang yang harus segeradilunasi atau sesuatu dimasa depan. Kafalah dapat juga bersyarat, misalnya kalau kamupinjamkan uang pada adikku maka aku akan jamin utangnya. Kafalah merupakan salah satu jenis akad tabarru’ yang bertujuan untuk salingtolong – menolong. Namun, penjamin dapat menerima imbalan sepanjang tidakmemberatkan. Apabila ada imbalan maka akad kafalah bersifat mengikat dan tidak dapatdibatalkan secara sepihak.
Skema Kafalah
 (2) Kafi’il/penanggung Makful/pihak ke-3
(1) Makful’alaih/pihak yang ditanggung

Keterangan :
1. Penanggung bersedia menerima tanggungan dan pihak yang ditanggung
2. Penanggung menyepakati kad kafalah dengan pihak ketiga
B. Landasan Syariah
Legalitas kafalah selain dari al-Qur’an dan hadist juga di perkuat oleh Ijma jumhur Ulama yang berpendapat bahwa akad kafalah sangat penting untuk memproteksi Kreditur, dan dengan akad kafalah ini ada itikad baik dari debitur melalui garansitersebut, terhadap pembayaran kembali akan semua kewajibannya kepada kreditur.Adapun dasar hukumnya sebagai berikut :
1. Al-Quran
 l. “Dan Dia (Allah)menjadikan Zakaria sebagai penjaminnya (Maryam)”. (QS 3:37)
“Dan bagi siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya”. (QS 12:72)
2. As-Sunnah
Dari Abi Humamah, bahwa Rasulullah bersabda : “Penjamin adalah orang yang berkewajiban mesti membayar”. (HR Abu Dawud, At Tirmidzi) Telah dihadapkan kepada Rasulullah (mayat seorang lelaki untuk dishalatkan)… Rasulullah bertanya “Apakah dia mempunyai warisan?” Para sahabat menjawab “Tidak”, Rasulullah bertanya lagi, “Apakah dia mempunyai hutang?” Para sahabat menjawab. “Ya, sejumlah tiga dinar” Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin utangnya ya Rasulullah”. Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. (HR. Bukhari)
3. Ijma ulama
Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah ini. Orang-orang Islam padamasa Nubuwwah mempraktekkan hal ini bahkan sampai saat ini, tanpa ada sanggahan dariseorang ulama-pun. Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga didasarkan pada kebutuhkanmanusia dan sekaligus untuk menegaskan madharat bagi orang-orang yang berhutang .
C. Rukun Dan Ketentuan SyariahRukun kafalah ada 3, yaitu :
1. Pelaku, yang terdiri atas pihak penjamin, pihak yang berutang, dan pihak yang berpiutang.
2. Objek akad berupa tanggungan pihak yang berutang baik berupa barang, jasa maupun pekerjaan.
3. Ijab kabul/serah terima.
Ketentuan syariah, yaitu :
1. Pelaku
a. Pihak Penjamin (Kafiil)
1) Baligh (dewasa) dan berakal sehat
 2) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hokum dan urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
b. Pihak orang yang berutang (Ashiil, Makful’anhu)
1) Sanggup menyerahkan tanggungannya (utang) kepada penjamin
2) Dikenal oleh penjamin
c. Pihak orang yang berpiutang (Makful Lahu)
1) Diketahui identitasnya
2) Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa
3) Berakal sehat
 2. Objek Penjaminan (Makful Bihi)
a. Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan
b. Bisa dilaksanakan oleh penjamin
c. Harus merupakan utang mengikat, yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan
d. Harus jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya
e. Tidak bertentangan dengan syariah
3. Ijab Kabul, adalah pernyataan atau ekspresi saling ridha/rela diantara pihak – pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara – cara komunikasi modern.[4]
D. Jenis-Jenis akad Kafalah
 a. Kafalah bi al-Nafs : garansi fisik/badan- bisa juga di sebut sebagai daman al- wajh. Akad ini adalah garansi untuk menghadirkan seseorang, contohnya: garansi untuk menghadirkan seorang tersangka pada sidang pengadilan.
b. Kafalah bi al –Mal : garansi keuangan/harta- jaminan yang di berikan pada kreditur, sebagai garansi akan di bayarkannya kembali segala kewajiban yang di bebankan kepada debitur.Kafalah bi al Mal terbagi menjadi tiga:
i. Kafalah bi al-dayn : garansi hutang yang harus di bayarkan oleh debitur kepada kreditur nya.
ii. Kafalah bi al–Taslim : garansi pada saat pengantaran atau pengangkutan barang atau properti kepada pemilik nya, atas nama penyewa ketika kontrak sewa – menyewa nya berakhir.
iii. Kafalah bi al-Dark : garansi yang di berikan oleh penjual akan barang dagangan nya, yang apabila barang tersebut cacat pihak pembeli dapat mengembalikan nya kepada pihak penjual dengan ganti rugi tunai atau barang.Akad kafalah dibagi lagi sesuai dengan keperluan nya, yaitu:
1. Mutlaqah-garansi yang tidak terbatas.
2. Muqayyadan bi al-wasf-garansi yang terbatas pada keadaan tertentu.
3. Mu’allaq bi syart- akad garansi yang akan berlaku di kemudian hari sesuai dengan kondisi atau syarat tertentu.
4. Mudafan ila waqt - garansi dengan masa tangguh
5. Muhaddad liwaqt –garansi yang di batasi dengan jangka waktu tertentu.Akad kafalah dapat di applikasikan kepada transaksi ekonomi syariah sebagai akadtambahan pada transaksi yang menggunakan akad Murabahah, Ijarah, Salam, ‘Istisna,Musyarakah dan Mudharabah.[5]
Sedangkan M. Syafii Antonio memberikan penjelasan tentang pembagian kafalah adalahsebagai berikut:.
 1. Kafalah bi al-mal, adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk memberikan jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.
 2. Kafalah bi al-nafs, adalah jaminan diri dari si penjamin. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan tertentu.
3. Kafalah bi al-taslim, adalah jaminan yang diberikan untuk menjamin pengembalian barang sewaan pada saat masa sewanya berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan, leasing company. Jaminan pembayaran bagi bankdapat berupa deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/fee kepada nasabah tersebut.
4. Kafalah al-munjazah, adalah jaminan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu dan untuk tujuan/kepentingan tertentu. Dalam dunia perbankan, kafalah model ini dikenal dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).
5. Kafalah al-mu’allaqah, Bentuk kafalah ini merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan tujuan tertentu pula.
E. Berakhirnya Kafalah
1. Ketika utang telah diselesaikan, baik oleh orang yang berutang atau oleh penjamin, atau jika kreditor menghadiahkan atau membebaskan utangnya kepada orang yang berutang.
2. Kreditor melepaskan utangnya kepada orang yang berutang, tidak pada penjamin. Maka penjamin juga bebas untuk tidak menjamin utang tersebut. Namun, jika kreditor melepaskan jaminan dari penjamin, bukan berarti orang yang berutang telah terlepas dari utang tersebut.
3. ketika utang tersebut telah dialihkan (transfer utang/hawalah). Dalam kasus ini baik orang terutang ataupun penjamin terlepas dari tuntutan utang tersebut.
4. ketika penjamin menyelesaikan ke pihak lain melalui proses arbitrase dengan kreditor.
5. kreditor dapat mengakhiri kontrak kafalah walaupun penjamin tidak menyetujuinya.


F. Perlakuan Akuntansi Al – Kafalah Bagi Pihak Penjamin
1. Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu) Jurnal : Dr. Kas xxx Kr. Pendapatan Kafalah xxx
2. Pada saat membayar beban Jurnal : Dr. Beban Kafalah xxx Kr. Kas xxxBagi Pihak yang Meminta Jaminan
1. Pada saat membayar beban Jurnal : Dr. Beban Kafalah xxx Kr. Kas xxx[6]


G. Macam-macam Orang Yang Dapat Ditanggung
Mengenai siapa orang-orang yang dapat ditanggung, para ulama fikih menyatakan,bahwa pada dasarnya setiap orang dapat menerima jaminan/tanggungan tersebut. Merekahanya berbeda pendapat mengenai orang yang sudah wafat (mati) yang tidak meninggalkanharta warisan. Menurut pendapat Imam Malik dan Syafii, hal yang demikian bolehditanggung. Alasannya adalah dengan berpedoman pada Hadis tersebut di atas tentangketidaksediaan Nabi SAW. menshalatkan jenazah karena meninggalkan sejumlah hutang.Sedangkan Imam Hanafi menyatakan tidak boleh, dengan alasan bahwa tanggungantersebut tidak berkaitan sama sekali dengan orang yang tidak ada. Berbeda halnya dengan orangyang pailit.
Jumhur fuqaha juga berpendapat tentang bolehnya memberikan tanggungan kepada orangyang dipenjara atau orang yang sedang dalam keadaan musafir. Tetapi Imam Abu Hanifahtidak membolehkannya
H. Masa Tanggungan
Masa tanggungan dengan harta, yakni masa penuntutan kepada penanggung adalahdimulai sejak tetapnya hak atas orang yang ditanggung, baik berdasarkan pengakuannyamaupun saksi, demikian pendapat fuqaha. Kemudian fuqaha bersilang pendapat tentang masa wajibnya tanggungan denganbadan, apakah tanggungan tersebut menjadi wajib sebelum tetapnya hak atau tidak?.Segolongan fuqaha berpendapat, bahwa tanggungan itutidak menjadi wajib sebelumtetapnya hak. Pandangan ini dipegangi oleh golongan Imam Malik, Syuraih al-Qadhi danal-Syabi. Segolongan lainnya berpendapat, bahwa untuk menetapkan hak tersebut harusada konfirmasi dengan pihak penanggung (dengan badan) dan ia memang bersedia menjadipenanggung. Selanjutnya, kapan pengambilan hak itu terjadi atau kapankahpengambilan hak itu menjadi wajib, dan sampai kapan waktunya?, Sebagian fuqahaberpendapat bahwa apabila debitur dapat menyampaikan bukti-bukti yang kuat atausaksi misalnya, maka ia harus memberikan penanggung (dengan badan),sehingga terlihat haknya. Jika tidak demikian, maka tidak ada keharusan memberipenanggung. Apabila ia ingin juga mengambil penanggung dengan berupaya menghadirkansaksi, maka ia diberikan tempo selama 5 (lima) hari kerja untuk maksud tersebut,yakni masa penanggung memberikan tanggungan. Ini pendapat Ibn al-Qashim dari kalanganmadzhab Maliki. Fuqaha Irak berpandangan, bahwa tidak dapat diambil penanggung atas debitursebelum tetapnya hak. Sependapat dengan Ibn al-Qashim, mereka memberikan waktu hanya 3(tiga) hari. la menambahkan, bahwa tidak boleh diambil penanggung atas seseorang kecualidengan adanya saksi. Dengan demikian akan tampak jelaspengakuannya itu benar atau tidakbenar. Apabila keadilan antara kedua belah pihak dalam masalah ini akanditegakkan, maka keberadaan saksi mutlak diperlukan, baik kesaksian atas beban (hutang)debitur maupun kesaksian atas diambilnya tanggungan oleh pihakpenanggung. Ini memudahkan pihak Kreditur dalam melakukan tindakan-tindakan ke depan,apabila diperlukan.
I.                   Kewajiban Penanggung
Apabila orang yang ditanggung tersebut bepergian jauh atau"menghilang", bagaimanakah tanggung jawab orang yang menanggung?. Dalam hal ini adatiga pendapat, sebagai berikut: Penanggung wajib mendatangkan (menemukan) orang yang ditanggung,atau mengganti kerugian. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik beserta pengikutnya danfuqaha Madinah. Bahwa penanggung dipenjarakan, sehingga orang yang ditanggung telahdatang, atau kalau dia wafat, telah diketahui kewafatannya. Ini pandangan ImamAbu Hanifah dan fuqaha Irak. Bahwa penanggung tidak terkena kewajiban apapun termasukdipenjarakan, kecuali ia harus mencarinya/mendatangkannya, jika ia mengetahuitempatnya. Ini pendapat Abu ‘Ubaid al-Qasim. Pendapat Imam Malik yang mengatakan, bahwapenanggung harus menanggung kerugian atas orang yang ditanggung apabila ia pergi,didasarkan pada Hadis Ibnu Abbas r.a. sebagai berikut: "Sesungguhnya seorang laki-lakimeminta kepada debiturnya agar memberikan hartanya kepadanya, lalu ia memberikanpenanggung kepadanya, tetapi ia tidakmampu, sehingga orang tersebut mengadukannyakepada Nabi SAW. Maka Rasulullah SAW. pun menanggungnya, kemudian debiturmemberikan harta kepadanya. " Mereka mengatakan, bahwa Hadis ini menunjukkan adanya penggantian kerugiansecara mutlak. Berbeda dengan fuqaha Irak yang berpandangan bahwa, penanggunghanya berkewajiban menghadirkan apa yang ditanggungnya, yakni orang (yangditanggungnya). Karenanya, penanggungan tersebut tidak harus menyertakan harta, kecualiapabila penanggungan tersebut memang disyaratkan demikian atas dirinya. Selanjutnya, Imam Malik berpendapat bahwa, apabila seseorang mensyaratkantanggungan (badan) tanpa harta, sedangkan iapun menjelaskan syarat tersebut, maka hartatersebut tidak wajib atasnya. Karena apabila harta tersebut menjadi beban kewajibannya,berarti ia melakukan perbuatan yang melawan apa-apa yangdisyaratkannya itu. Berbeda dengan tanggungan harta, fuqaha telah sepakat bahwa, apabila orang yang ditanggung tersebutmeninggal atau pergi, maka penanggung harus mengganti kerugian. Tentang pandangan yang membolehkan kreditur menuntut penanggung, baik yangditanggung itu bepergian atau tidak, kaya atau miskin, maka mereka beralasan dengan HadisQubaishah Ibn al-Makhariqi r.a. sebagai berikut: "Aku membawa satu tanggungan, maka akumendatangi Nabi SAW. kemudian aku bertanya kepada beliau tentang (tanggunganitu). Maka beliau bersabada: "Kami akan mengeluarkan tanggungan itu atas namamudari onta sedekah. Hai Qubaishah! sesungguhnya perkara ini tidak halal, kecuali padatiga hal". Kemudian beliau menyebutkan tentang seorang laki-laki yang membawa suatutanggungan dari laki-laki lain, sehingga ia melunasinya ". Hadis tersebut di atas memberikan petunjuk bahwa, Nabi SAW.membolehkan penuntutan terhadap penanggung, tanpa mempertimbangkan kondisi orangyang ditanggung.
J. Obyek Tanggungan
Mengenai obyek tanggungan, menurut sebagian besar ulama fikih, adalah harta.Hal ini didasarkan kepada Hadis Nabi SAW: “Penanggung itu menanggungkerugian.” Sehubungan dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh penanggung adalahberupa harta, maka hal ini dikategorikan menjadi tiga hal, sebagai berikut: Tanggungan dengan hutang, yaitu kewajiban membayar hutang yangmenjadi tanggungan orang lain. Dalam masalah tanggungan hutang, disyaratkan bahwa hendaknya, nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi tanggungan/jaminan dan bahwa barangnya diketahui, karena apabila tidak diketahui, makadikhawatirkan akan terjadi gharar. Tanggungan dengan materi, yaitu kewajiban menyerahkan materi tertentuyang berada di tangan orang lain. Jika berbentuk bukan jaminan seperti ariyah (pinjaman)atau wadi ah (titipan), maka kafalah tidak sah. Kafalah dengan harta, yaitu jaminan yang diberikan oleh seorang penjual kepada pembeli karena adanya risiko yang mungkin timbul dari barang yang dijual- belikan.
K. Upah Atas Jasa Kafalah
Adiwarman A. Karim memberikan keterangan tentang upah atas jasa kafalah ini yangia kemukakan dengan mengawali sebuah pertanyaan: "Bolehkah si pejamin mengambilupah atas jasanya itu?" Kemudian ia menjelaskan bahwa, ulama kontemporer, sepertiMustafa Abdullah al-Hamsyari yang mengutip pendapat Imam Syafii, berpadangan bahwapemberian uang (fee) kepada orang yang ditugaskan untuk mengadukan suatu masalahkepada raja tidak dapat dianggap sebagai uang sogok (riswah), tetapi dianggap sebagaiupah (jualah), dan hukumnya sebagai ganjaran lelah atau biaya perjalanannya.Ulama lain, Abdu al-Sai al-Misri mengatakan, bahwa seorang penanggung/penjaminharuslah mendapatkan upah sesuai dengan pekerjaannya sebagai penjamin.Pendapat ini membuka peluang dimasukkannya pertimbangan besarnya risiko yangdipikul oleh si penjamin dalam memperhitungkan upahnya.
L. Akibat-akibat Hukum Kafalah
Apabila orang yang ditanggung tidak ada (pergi atau menghilang),maka kafil berkewajiban menjamin sepenuhnya. Dan ia tidak dapat keluardari kafalah, kecuali dengan jalan memenuhi hutang yang menjadi bebanashil (orangyang ditanggung). Atau dengan jalan, bahwa orang memberikan pinjaman (hutang) -dalamhal ini bank- menyatakan bebas untuk kafil, atau ia mengundurkan diri dari kafalah. la berhakmengundurkan diri, karena memang itu haknya. Adapun yang menjadi hak orang/bank (sebagai makful lahu) menfasakh akad kafalah dari pihaknya. Karena hak menfasakh ini adalah hak makful lahu. Dalam hal orang yang ditanggung melarikan diri, sedangkan ia tidakmengetahui tempatnya, maka si penanggung tidak wajib mendatangkannya, tetapi apabilaia mengetahui tempatnya, maka ia wajib mendatangkannya, dan si penanggung diberikanwaktu yang cukup untuk keperluan tersebut.
M. Penerapan Kafalah Dalam Perbankan
Sebagaimana dimaklumi, bahwa kafalah (bank garansi) adalah jaminan yangdiberikan bank atas permintaan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak lainapabila nasabah yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya.Di samping itu, jaminan(penanggungan) tersebut bisa bersifat kebendaan, seperti hak tanggungan dan jaminan fiducia serta jaminan perorangan (personal guarantee). Jaminan perorangan(termasuk di dalamnya badan hukum = company guarantee) dalam praktek perbankandiberikan dalam bentuk bank garansi, sebagaimana diatur dalam SE Dir BI nomor: 23/7/UKU, tanggal 18 Maret 1991.
Bank garansi yang diterbitkan suatu bank merupakan. pernyataan tertulis untukmengikatkan diri kepada penerima jaminan apabila di kemudian hari pihak terjamin tidakmemenuhi kewajibannya kepada penerima jaminan sesuai dengan jangka waktu dansyarat-syarat yang telah ditentukan. Oleh karena itu, di dalam mekanisme bank garansiterdapat tiga pihak yang terkait, yaitu bank sebagai penjamin, nasabah sebagai terjamin ataspermintaannya, dan penerima jaminan. Bank dalam pemberian garansi ini, bisaanya memintasetoran jaminan sejumlah tertentu (sebagian atau seluruhnya) dari total nilai obyek yangdijaminkan.
Di samping itu, bank memungut biaya sebagai jualah dan biaya administrasi.[7]










111. Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
a. Kafalah adalah salah satu fasilitas perbankan syariah yang merupakan jaminan dari si penjamin, baik berupa jaminan diri maupun barang untuk membebaskan kewajiban yang ditanggung pihak lain. Kafalah juga merupakan salah satu jenis akad tabarru’ yang bertujuan untuk saling tolong – menolong.
b. Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan al – kafalah akan tetapi dapat disimpulkan pengertian al – kafalah menurut para fuqaha ialah menggabungkan dua beban (tanggungan) dalam permintaan dan utang.
c. Kebolehan kafalah sebagai salah satu produk perbankan syariah didasarkan pada nash al Quran al-Karim, Hadis-Hadis Rasulullah SAW., dan beberapa pendapat jumhur fuqaha sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan di atas, termasuk fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
d. Kafil mempunyai kewajiban secara mutlak yang disebabkan penyertaan dirinya dalam akad kafalah ini.
e. Hak fasakh adalah berada pada makful lahu (bank), sejauh ia mau mempergunakannya.








Daftar Pustaka
Ø Nurhayati Sri, Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2 Revisi (Jakarta: Salemba Empat: 2011)
Ø Al- Qur’an dan terjemahannya



[1] http://warungghuroba.wordpress.com/2010/09/23/bab-11-kafalah-penjaminan/date:16-03-2011 time:14.00
[2] Sri Nurhayati – Wasilah Akuntansi Syariah di Indonesia (Jakarta: Salemba Empat, 2011) hlm. 254

[3] http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=23/ date:16-03-2011 time:14.00

[4] Ibid hlm.254-256
[5] http://nibrahosen.multiply.com/journal/item/44/kafalah/ date:16-03-2011 time:14.00

[6] Ibid hlm.256-257
[7] http://fai.uhamka.ac.id/post.php?idpost=23/ date:16-03-2011 time:14.00


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Followers

 
Support : Creating Website | AA-Qodly Template | AA-Qodly
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2013. Al-Qodhi - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Qodlyadz